Masih
segar dalam ingatan kita, pasca disetujuinya Rancangan Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) menjadi UU oleh DPR, hacker melakukan
serangan terhadap dua situs web milik Departemen Komunikasi dan
Informatika (Depkominfo) serta Partai Golkar. Serangan itu tak bisa
disikapi sebagai sekadar keisengan belaka karena ada unsur kesengajaan yang
kuat.
“Dengan berlakunya UU ITE, pelaku
tindakan seperti pembobolan atau defacing situs web sudah dapat diproses secara
hukum. Sebab, kerugian akibat perbuatan seperti merusak atau menghilangkan data
bisa demikian besar,“ ujar pemerhati hukum dan lawyer, Carita Tamzil.
Business
Administration Bachelor of Science, Pepperdine University, Los Angeles
ini menambahkan, perbuatan hacking bukan hanya sekedar merubah tampilan situs
pihak lain, tetapi juga merambah pada pencurian data. Bahkan seorang hacker
bisa mendapatkan penghasilan layak dari penjual data suatu pihak kepada pihak
lain.
Carita yang juga Magister Hukum
Business, Universitas Indonesia serta Senior Consultant pada Management
Consulting Services, PricewaterhouseCoopers (PwC) telah menangani puluhan
kegiatan consulting services di bidang organization development, change
management, performance management and career development, job and competency
profiling, dan training and development. Berkat pengalamannya tersebut, sejak 5
tahun terakhir Carita mengelola sebuah law firm, sebagai managing partner, baik
untuk layanan litigasi maupun non litigasi. Berikut petikan wawancara singkat
BISKOM dengannya.
Hacking termasuk
kejahatan cyber crime, yaitu aktivitas penyusupan ke dalam sebuah sistem
komputer atau jaringan, dengan tujuan merusak sistem yang ada. Bagaimana
pembuktian di meja persidangan?
Pembuktiannya tentunya adalah melalui
alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Jika
perbuatannya masuk wilayah hukum pidana, maka alat bukti yang sah dan diterima
di persidangan antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keterangan terdakwa atau pelaku itu sendiri. Namun khusus untuk cybercrime,
maka alat bukti diperluas mencakup juga informasi dan dokumen elektronik
.
Dengan UU ITE,
tampaknya hacker akan sedikit berhati-hati. Apalagi, UU ITE itu juga mengatur
sanksi untuk pembuat situs porno?
Siapapun tentunya akan berfikir dua kali
untuk melakukan pelanggaran hukum, apalagi jika terdapat sanksi yang
cukup berat. Mudah-mudahan ini juga berlaku bagi para hackers yang melakukan
pelanggaran hukum. Jika tindakannya tidak melanggar hukum, ya tentunya tidak
perlu kuatir. Bagi hackers yang merusak situs web, ada aturannya dalam
undang-undang dan sanksinya adalah sanksi pidana yang cukup berat. Tentang
pembuktian, sebagaimana telah saya jelaskan, maka bukti berupa informasi
elektronik serta dokumen elektronik seperti tulisan, gambar foto dan yang
sejenis dapat digunakan sebagai alat bukti.
Dalam UU ITE, pelaku
hacking dikenai hukuman enam sampai delapan tahun penjara atau denda Rp 600-800
juta. Apakah ini termasuk cukup berat?
Bagi saya secara pribadi, sanksi itu
relatif. Karena prinsip pemberian sanksi adalah untuk membuat jera pelaku
tindak pidana. Dalam cybercrime, sulit menilai apakah sanksi berupa hukuman
penjara dan/atau denda telah dianggap memadai karena kita tahu bahwa kerugian
akibat perbuatan seperti merusak atau menghilangkan data bisa demikian besar.
Dalam perjalanannya, tentunya suatu undang-undang masih akan dikaji kembali
efektivitasnya.
Maraknya kejadian
seperti pembobolan situs-situs web, ini adalah ujian bagi UU ITE?
Setiap orang yang melakukan perbuatan
yang dilarang dalam UU ITE dapat digugat baik secara pidana maupun perdata dan
jika terbukti bersalah akan dikenakan hukuman/sanksi yang sesuai. Hal ini
tentunya diharapkan dapat membuat jera pelaku sekaligus memberi keadilan bagi
pihak yang dirugikan.
Kesadaran masyarakat
Indonesia saat ini dalam penegakkan regulasi UU ITE dinilai beberapa pihak
masih sangat kurang, pendapat Anda?
Pada tahap ini, masyarakat kita tentunya
masih sangat awam terhadap UU ITE. Suatu ketentuan/undang-undang yang masih
baru perlu melalui tahap sosialisasi yang panjang dan hal ini tentunya memakan
waktu. Saya rasa ini adalah pekerjaan rumah bagi kita semua, khususnya
pemerintah dan para penegak hukum.